Prof.
Thomas Djamaluddin
Profesor
Riset Astronomi dan Astrofisika
Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional
A.
Pendahuluan
“Dia pencipta (originator) langit dan
bumi. Dan apabila Dia hendak menciptakan sesuatu. Dia hanya berkata “jadilah”,
maka jadilah ia.”
Sepenggal
firman Allah SWT dalam al-Qur’an memberikan informasi tentang penciptaan alam
semesta. Di mana makna “kun fayakun” tidak diartikan dengan “penciptaan dengan
langsung tanpa proses” melainkan dengan “penciptaan yang berproses” (amara bil
khaif). Dari sisi lain, sesungguhnya alam semesta ini sesungguhnya telah hadir
dalam ilmu Tuhan (Allah SWT) sebelum benar-benar diwujudkan.
Teori
yang menjelaskan tentang ledakan besar yang terjadi pada 13,7 milyar tahun lalu
ketika alam semesta terbentuk dari ketiadaan dan mengembang dengan sangat cepat
pada awal pembentukannya, teori ini diungkapkan oleh para ilmuwan pada sekitar
abad
ke-20
(tepatnya 1927) atau sekitar 1350 tahun setelah di al-Qur’an.[1]
Kajian
yang tak kalah penting tentang alam semesta yaitu bagaimana ia berproses dari
ketiadaan menjadi ada tercipta. Jelas ini nmembutuhkan evolusi yang sangat
panjang untuk mendapatkan alam semesta menjadi sekarang ini. Di samping itu,
ketika alam semesta lahir dari ketiadaan dan menjadi ada, tidak dapat
dipungkiri juga alam semesta akan lenyap. Bagaimana proses tercipta dan
hancurnya alam semesta ini yang akan saya ungkap pada pembahasan di bawah ini.
B.
Konsep tujuh langit
Menarik menyimak argumentasi para peminat astronomi
tentang makna sab'a samaawaat (tujuh langit). Namun ada kesan pemaksaan
fenomena astronomis untuk dicocokkan dengan eksistensi lapisan-lapisan langit. Di
kalangan mufasirin lama pernah juga berkembang penafsiran lapisan-lapisan
langit itu berdasarkan konsep geosentris. Bulan pada langit pertama, kemudian
disusul Merkurius, Venus, Matahari, Mars, Jupiter, dan Saturnus pada langit ke
dua sampai ke tujuh.
Konsep geosentris tersebut yang dipadukan dengan
astrologi (suatu hal yang tidak terpisahkan dengan astronomi pada masa itu)
sejak sebelum zaman Islam telah dikenal dan melahirkan konsep tujuh hari dalam
sepekan. Benda-benda langit itu dianggap mempengaruhi kehidupan manusia dari
jam ke jam secara bergantian dari yang terjauh ke yang terdekat.
Bukanlah suatu kebetulan 1 Januari tahun 1 ditetapkan
sebagai hari Sabtu (Saturday -- hari Saturnus -- atau Doyobi dalam bahasa
Jepang yang secara jelas menyebut nama hari dengan nama benda langitnya). Pada
jam 00.00 itu Saturnus yang dianggap berpengaruh pada kehidupan manusia. Bila
diurut selama 24 jam, pada jam 00.00 berikutnya jatuh pada matahari. Jadilah
hari berikutnya sebagai hari matahari (Sunday, Nichyobi). Dan seterusnya. Hari-hari
yang lain dipengaruhi oleh benda-benda langit yang lain. Secara berurutan
hari-hari itu menjadi hari Bulan (Monday, getsuyobi, Senin), hari Mars (Kayobi,
Selasa), hari Merkurius (Suiyobi, Rabu), hari Jupiter (Mokuyobi, Kamis), dan hari
Venus (Kinyobi, Jum'at). Itulah asal mula satu pekan menjadi tujuh hari.
Kembali lagi membahas konsep langit (samaa' atau
samawat) di dalam Al-Qur'an berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti
pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu, dan gas
yang bertebaran. Dan lapisan-lapisan yang melukiskan tempat kedudukan
benda-benda langit sama sekali tidak dikenal dalam astronomi.
Ada yang berpendapat lapisan itu ada dengan berdalil
pada QS 67:3 dan 71:15 sab'a samaawaatin thibaqaa. Tafsir Depag menyebutkan
"tujuh langit berlapis-lapis" atau "tujuh langit
bertingkat-tingkat". Walaupun demikian, itu tidak bermakna tujuh lapis
langit. Makna thibaqaa, bukan berarti berlapis-lapis seperti kulit bawang,
tetapi (berdasarkan tafsir/terjemah Yusuf Ali, A. Hassan, Hasbi Ash-Shidiq, dan
lain-lain) bermakna bertingkat-tingkat, bertumpuk, satu di atas yang lain.
"Bertingkat-tingkat" berarti jaraknya
berbeda-beda. Walaupun kita melihat benda-benda langit seperti menempel pada
bola langit, sesungguhnya jaraknya tidak sama. Rasi-rasi bintang yang
dilukiskan mirip kalajengking, mirip layang-layang, dan sebagainya sebenarnya
jaraknya berjauhan, tidak sebidang seperti titik-titik pada gambar di kertas.
Lalu apa makna tujuh langit bila bukan berarti tujuh
lapis langit? Di dalam Al-Qur'an ungkapan 'tujuh' atau 'tujuh puluh' sering
mengacu pada jumlah yang tak terhitung banyaknya. Dalam matematika kita
mengenal istilah "tak berhingga" dalam suatu pendekatan limit, yang
berarti bilangan yang sedemikian besarnya yang lebih besar dari yang kita
bayangkan. Kira-kira seperti itu pula, makna ungkapan "tujuh" dalam
beberapa ayat Al-Qur'an.
Misalnya, di dalam Q.S. Luqman:27 diungkapkan, "Jika seandainya semua pohon di bumi
dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan ditambahkan tujuh lautan
lagi, maka tak akan habis Kalimat Allah." Tujuh lautan bukan berarti
jumlah eksak, karena dengan delapan lautan lagi atau lebih kalimat Allah tak
akan ada habisnya.
Sama halnya dalam Q. S. 9:80: "...Walaupun kamu mohonkan ampun bagi mereka (kaum munafik)
tujuh puluh kali, Allah tidak akan memberi ampun...." Jelas, ungkapan
"tujuh puluh" bukan berarti bilangan eksak. Allah tidak mungkin
mengampuni mereka bila kita mohonkan ampunan lebih dari tujuh puluh kali. Jadi,
'tujuh langit' semestinya difahami pula sebagai benda-benda langit yang tak
terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan-lapisan langit.
A.
Asal Mula Alam Semesta dan Evolusinya
Alam diciptakan Allah dalam enam masa (Q.S. 41:9-12), dua masa untuk
menciptakan langit sejak berbentuk dukhan (campuran debu dan gas), dua masa
untuk menciptakan bumi, dan dua masa (empat masa sejak penciptaan bumi) untuk
memberkahi bumi dan menentukan makanan bagi penghuninya. Ukuran lamanya masa
("hari", ayyam) tidak dirinci di dalam Al-Qur'an.
Belum ada penafsiran pasti tentang enam masa itu. Namun, bedasarkan
kronologi evolusi alam semesta dengan dipandu isyarat di dalam Al-Qur-an (Q.S.
41:9-12 dan Q.S. 79:27-32) saya menafsirkan enam masa itu adalah enam tahapan
proses sejak penciptaan alam sampai hadirnya manusia. Lamanya tiap masa tidak
merupakan fokus perhatian. Tahapan-tahapan tersebut saya rangkum sebagai
berikut:
1. Masa I
Massa pertama
dimulai dengan ledakan besar (big bang) (Q.S. 21:30, langit dan bumi asalnya
bersatu) sekitar 12 - 20 milyar tahun lalu. Inilah awal terciptanya materi,
energi, dan waktu. "Ledakan" itu pada hakikatnya adalah pengembangan
ruang yang dalam Al-Quran disebutkan bahwa Allah kuasa meluaskan langit (Q.S.
51:47). Materi yang mula-mula terbentuk adalah hidrogen yang menjadi bahan
dasar bintang-bintang generasi pertama. Hasil fusi nuklir antara inti-inti
Hidrogen menghasilkan unsur-unsur yang lebih berat, seperti karbon, oksigen,
sampai besi.
2.
Masa II
Masa yang ke dua
adalah pembentukan bintang-bintang yang terus berlangsung. Dalam bahasa
Al-Quran disebut penyempurnaan langit. Dukhan (debu-debu dan gas antarbintang,
Q. S. 41:11) pada proses pembentukan bintang akan menggumpal memadat. Bila
intinya telah cukup panasnya untuk memantik reaksi fusi nuklir, maka mulailah
bintang bersinar. Kelak bila bintang mati dengan ledakan supernova, unsur-unsur
berat hasil fusi nuklir akan dilepaskan. Selanjutnya unsur-unsur berat yang
terdapat sebagai materi antarbintang bersama dengan hidrogen akan menjadi bahan
pembentuk bintang-bintang generasi berikutnya, termasuk planet-planetnya. Di
dalam Al-Qur'an penciptaan langit kadang disebut sebelum penciptaan bumi dan
kadang disebut sesudahnya karena prosesnya memang berlanjut.
Itulah dua masa penciptaan langit. Dalam bahasa
Al-Qura'an, big bang dan pengembangan alam yang menjadikan galaksi-galaksi
tampak makin berjauhan (makin "tinggi" menurut pengamat di bumi)
serta proses pembentukan bintang-bintang baru disebutkan sebagai "Dia meninggikan bangunannya (langit)
lalu menyempurnakannya" (Q.S. 79:28)
3. Masa III &
IV
Masa ke tiga dan ke empat dalam penciptaan alam
semesta adalah proses penciptaan tata surya termasuk bumi. Proses pembentukan
matahari sekitar 4,6 milyar tahun lalu dan mulai dipancarkannya cahaya dan
angin matahari itulah masa ke tiga penciptaan alam semesta. Proto-bumi ('bayi'
bumi) yang telah terbentuk terus berotasi yang menghasilkan fenomena siang dan
malam di bumi. Itulah yang diungkapkan dengan indah pada ayat lanjutan pada
Q.S. 79:29, "dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan
siangnya terang benderang.
Masa pemadatan kulit bumi agar layak bagi hunian
makhluk hidup adalah masa ke empat. Bumi yang terbentuk dari debu-debu
antarbintang yang dingin mulai menghangat dengan pemanasan sinar matahari dan
pemanasan dari dalam (endogenik) dari peluruhan unsur- unsur radioaktif di
bawah kulit bumi. Akibat pemanasan endogenik itu materi di bawah kulit bumi
menjadi lebur, antara lain muncul sebagai lava dari gunung api. Batuan basalt
yang menjadi dasar lautan dan granit yang menjadi batuan utama di daratan
merupakan hasil pembekuan materi leburan tersebut. Pemadatan kulit bumi yang
menjadi dasar lautan dan daratan itulah yang nampaknya dimaksudkan
"penghamparan bumi" pada Q.S. 79:30, "Dan bumi sesudah itu (sesudah penciptaan langit)
dihamparkan-Nya."
Menurut analisis astronomis, pada masa awal umur tata
surya gumpalan-gumpalan sisa pembentukan tata surya yang tidak menjadi planet
masih sangat banyak bertebaran. Salah satu gumpalan raksasa, 1/9 massa bumi,
menabrak bumi menyebabkan lontaran materi yang kini menjadi bulan. Akibat
tabrakan itu sumbu rotasi bumi menjadi miring 23,5 derajat dan atmosfer bumi
lenyap. Atmosfer yang ada kini sebagian dihasilkan oleh proses-proses di bumi
sendiri, sebagian lainnya berasal dari pecahan komet atau asteroid yang
menumbuk bumi. Komet yang komposisi terbesarnya adalah es air (20% massanya)
diduga kuat merupakan sumber air bagi bumi karena rasio Deutorium/Hidrogen
(D/H) di komet hampir sama dengan rasio D/H pada air di bumi, sekitar 0.0002.
Hadirnya air dan atmosfer di bumi sebagai prasyarat kehidupan merupakan masa ke
lima proses penciptaan alam.
4. Masa V & IV
Pemanasan matahari menimbulkan fenomena cuaca di bumi:
awan dan halilintar. Melimpahnya air laut dan kondisi atmosfer purba yang kaya
gas metan (CH4) dan amonia (NH3) serta sama sekali tidak mengandung oksigen
bebas dengan bantuan energi listrik dari halilintar diduga menjadi awal
kelahiran senyawa organik. Senyawa organik yang mengikuti aliran air akhirnya
tertumpuk di laut. Kehidupan diperkirakan bermula dari laut yang hangat sekitar
3,5 milyar tahun lalu berdasarkan fosil tertua yang pernah ditemukan. Di dalam
Al-Qur'an Q.S. 21:30 memang disebutkan semua makhluk hidup berasal dari air.
Lahirnya kehidupan di bumi yang dimulai dari makhluk
bersel tunggal dan tumbuh-tumbuhan merupakan masa ke enam dalam proses
penciptaan alam. Hadirnya tumbuhan dan proses fotosintesis sekitar 2 milyar
tahun lalu menyebabkan atmosfer mulai terisi dengan oksigen bebas. Pada masa ke
enam itu pula proses geologis yang menyebabkan pergeseran lempeng tektonik dan
lahirnya rantai pegunungan di bumi terus berlanjut.
Tersedianya air, oksigen, tumbuhan, dan kelak
hewan-hewan pada masa ke lima dan ke enam itulah yang agaknya dimaksudkan Allah
memberkahi bumi dan menyediakan makanan bagi penghuninya (Q.S. 41:10). Di dalam
Q.S. 79:31-33 hal ini diungkapkan sebagai penutup kronologis enam masa
penciptaan, "Ia memancarkan dari padanya mata airnya, dan (menumbuhkan)
tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua
itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu".
B.
Skenario Kehancuran di Bumi dan Alam Semesta.
1. Kiamat
Lingkungan
Ulah manusia
menyebabkan kerusakan di Bumi.Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar). (QS 30:41).
Salah
satu contoh kiamat lingkungan yang kian bertambah adalah efek rumah kaca. Di
mana Bumi semakin panas karena karbondioksida (CO2) bertambah pesat
sedangkan hutan-hutan penyerap Karbondioksida (CO2) semakin habis
ditebang. Ketika Bumi semakin panas, maka kutub Bumi akan mencair dan air laut
akan meluap.
2. Kiamat
Bumi: Tumbukan Besar Langit Terbelah Oleh Debu
(13) Maka apabila sangkakala ditiup
sekali tiup, (14) dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali
bentur. (15) Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat, (16) dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. QS. (69):
Al-Haqqoh
(8) Maka apabila bintang-bintang telah dihapuskan, (9) dan apabila langit telah dibelah, (10) dan apabila gunung-gunung telah dihancurkan menjadi debu, QS (77) :Al-
mursalat.
Tumbukan Komet
atau Asteroid mampu menjadikan Bumi hancur. Bahkan tumbukan asteroid 65 juta
Tahun lalu dapat memusnahkan Dinosaurus.
3. Kiamat Tata Surya:
Matahari Jadi Raksasa Merah
Seperti bintang
lainnya, Matahari juga merupakan bintang yang akan mengalami kepunahan. Hingga
sekarang Matahari masih merupakan bintang kuning yang terus memancarkan
energinya hingga jutaan milyar tahun. Meski cukup lama matahari akan hancur,
namun pada hitungan tertentu Matahari akan menjadi bintang kerdil berwarna
putih. Kemudian bintang ini akan hancur beserta materi-materinya.
C.
Akhir Alam Semesta: Sebuah Pertanyaan Terbuka yang Belum
Terjawab.
Manusia bertanya kepadamu
tentang hari kiamat. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan
tentang hari kiamat itu hanya di sisi Allah". Dan tahukah kamu (hai Muhammad),
boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat waktunya. QS 33:63.
Telah
dijelaskan secara tegas dalam al-Qur’an, bahwasannya kiamat merupakan salah
satu rahasia Tuhan yang tak seorang manusiapun tahu tentangnya. Kita hanya
berusaha untuk mencari bagaimana alam semesta ini akan hancur berdasarkan ilmu
pengetahuan yang kita miliki. Kehancuran alam semesta dijelaskan pula dalam
ayat al-qur’an lainnya,
(Yaitu) pada hari Kami gulung
langit sebagai menggulung lembaran - lembaran
kertas. Sebagaimana Kami telah
memulai panciptaan pertama begitulah Kami
akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami
tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. (QS 21:104)
Teori pasti
dalam astronomi yakni teori ekspansi di mana alam semesta terus mengembang.
Galaksi akan semakin dekat dan Galaksi Bimasakti akan bertabrakan dengan galaksi lain, bintang-bintang tampak mendekat dan
planet-planet berantakan. Langit kemudian digulung bagaikan kertas yang berisi cerita kehidupan
yang telah selesai. Inilah firman Allah yang memberikan sedikit gambaran
tentang akhir alam semesta.
[1]
“dan apakah orang-orang kafir tidak
mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang
padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan air itu, Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman.” (QS.
Al-Anbiya’: 30). Baca juga ayat lainnya, QS. Al-Ma’arij: 70, QS. Ash-shaffat:
5-7, QS. Al-Mulk: 3-4.
No comments:
Post a Comment